Kolom Agama di KTP Dikosongkan, Penganut Kepercayaan Gugat ke MK
Jakarta - Penganut kepercayaan menggugat UU Adminstrasi Kependudukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena harus mengosongkan kolom agama di KTP. Menurut mereka, pengosongan kolom itu membuat mereka mendapatkan hambatan dalam mendapatkan hak-haknya.
Sebagaimana dikutip dari website MK, Rabu (30/11/2016), empat orang penggugat itu adalah Nggay Mehang Tana, Pagar Demanra Sirait, Arnol Purba dan Carlim. Keempatnya menggugat Pasal 61 ayat 1 dan ayar 2 UU Administrasi Kependudukan.
Pasal 61 ayat 1 berbunyi:
KK memuat keterangan mengenai kolom nomor KK, nama lengkap kepala keluarga dan anggota keluarga, NIK, jenis kelamin, alamat, tempat lahir, tanggal lahir, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, status hubungan dalam keluarga, kewarganegaraan, dokumen imigrasi, nama orang tua.
Pasal 61 ayat 2 menyatakan:
Keterangan mengenai kolom agama sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bagi Penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan.
Ikut digugat pula Pasal 64 ayat 1 dan ayat 5 UU Administrasi Kependudukan yang berbunyi:
Ayat 1 berbunyi:
KTP-el mencantumkan gambar lambang Garuda Pancasila dan peta wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, memuat elemen data penduduk, yaitu NIK, nama, tempat tanggal lahir, laki-laki atau perempuan, agama, status perkawinan, golongan darah, alamat, pekerjaan, kewarganegaraan, pas foto, masa berlaku, tempat dan tanggal dikeluarkan KTP-el, dan tandatangan pemilik KTP-el.
Adapun Ayat 5 menyatakan:
Elemen data penduduk tentang agama sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bagi Penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan.
"Menurut pemohon, Pasal 61 ayat 1 dan 2, Pasal 64 ayat 1 dan 5 UU Administrasi Kependudukan bertentangan dengan prinsip negara hukum dan asas kesamaan warga negara di hadapan hukum, karena dalam rumusannya tertulis bahwa KK dan KTP-el memuat elemen keterangan agama di dalamnya, namun khusus bagi penganut kepercayaan kolom agama tersebut dikosongkan, sehingga bertentangan dengan Pasal 1 ayat 3, Pasal 27 ayat 1, dan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945," ujar pemohon.
Menurut pemohon, ketentuan pengosongan kolom agama bagi penganut kepercayaan telah menyebabkan terlanggarnya hak-hak dasar dari para Pemohon. Seperti pernikahan Nggay Mehang Tana secara adat tidak diakui negara sehingga tidak memiliki akta pernikahan dan KK hingga akhirnya anak-anak dari Nggay Mehang Tana sulit mendapatkan akta kelahiran.
"Anak kandung Arnol Purba sulit mendapatkan pekerjaan meski dia memiliki kompetensi yang baik, pemakaman keluarga Carol ditolak oleh tempat pemakaman umum mana pun," tutur pemohon.
Persidangan atas permohonan itu masih bergulir di MK.
sumber : detik.com